Pada Oktober 2010, sebuah video buram muncul di internet yang menunjukkan seekor “beruang liar” berkeliaran di lingkungan perumahan di Singapura, tepatnya di Jalan Ulu Pandan. Dalam video tersebut, beruang itu tampak mengacak-acak tempat sampah di halte bus, memicu kekhawatiran penduduk.
Dilansir Today Online, video tersebut menyebabkan kepanikan di masyarakat. Polisi, petugas Kebun Binatang Singapura, hingga aktivis perlindungan hewan segera turun tangan untuk mencari keberadaan beruang itu, bahkan dengan membawa senapan penenang.
Namun, investigasi mengungkap bahwa “beruang liar” itu sebenarnya hanyalah manusia yang mengenakan kostum beruang. Aksi ini ternyata bagian dari kampanye iklan untuk mempromosikan alat cukur terbaru dari Philips, perusahaan elektronik asal Belanda.
Aksi PR stunt ini langsung menuai kecaman luas. Selain dari masyarakat yang merasa resah, pihak berwenang Singapura juga membuka penyelidikan pidana terhadap Philips atas dugaan pelanggaran terkait gangguan publik. Menurut pihak kepolisian, perusahaan tersebut dapat dikenai tuduhan berdasarkan Section 268 dari Penal Code Singapura. Jika terbukti bersalah, Philips menghadapi denda sebesar S$1.000 (setara dengan sekitar $767 atau £483).
Dalam pernyataannya, agensi hubungan masyarakat Philips menyampaikan permintaan maaf:
“Kami menyadari bahwa kemiripan maskot dengan beruang hidup telah menyebabkan kekhawatiran di lingkungan tempat maskot itu terlihat. Kami memahami perhatian yang mungkin timbul, tetapi tidak ada niat sama sekali untuk menciptakan alarm. Kami meminta maaf atas keresahan yang terjadi.”
Meski demikian, keresahan yang ditimbulkan sudah cukup besar. Laporan menunjukkan bahwa pencarian beruang ini melibatkan 12 staf dari Wildlife Reserves Singapore, tiga orang dari kelompok perlindungan hewan Animal Concerns Research and Education Society (Acres), serta beberapa petugas kepolisian.
Menurut situs jurnalisme warga Stomp dari The Straits Times, warga sekitar Jalan Ulu Pandan merasa cemas, takut ada beruang liar yang berkeliaran di lingkungan mereka.
Seorang juru bicara dari Acres berkomentar, “Kami lega karena meskipun banyak waktu dan sumber daya yang terbuang, ternyata tidak ada beruang liar yang berkeliaran.”
Insiden ini menjadi pengingat penting bahwa kampanye pemasaran yang tidak dipikirkan matang-matang dapat memiliki konsekuensi serius, baik terhadap masyarakat maupun sumber daya publik.
Dapatkan informasi terkini dan relevan tentang strategi public relations, audit dan riset komunikasi, digital public relations dan komunikasi krisis hanya di www.imajinpr.com.***