Skip to main content

Sebuah Ciuman yang Memicu Krisis

Bayangkan situasinya: Tim nasional putri Spanyol baru saja meraih kemenangan besar, mengalahkan Inggris dan memenangkan Piala Dunia Wanita 2023. Saat perayaan di atas panggung, momen kebahagiaan berubah menjadi kontroversi. Presiden Federasi Sepak Bola Kerajaan Spanyol (RFEF), Luis Rubiales, dengan penuh semangat meraih kepala kapten tim, Jenni Hermoso, dan menciumnya di bibir. Itu adalah momen yang seharusnya penuh sukacita, tetapi ternyata menjadi titik awal dari krisis besar.

Jenni Hermoso, dalam siaran langsung setelah kejadian itu, dengan jelas mengatakan bahwa dia “tidak menyukainya”. Namun, Rubiales dengan santai menepis kritik dan kemarahan yang meledak di media sosial global. Ia mengklaim bahwa ciuman itu adalah tindakan spontan dan saling menguntungkan. Namun, kenyataannya jauh berbeda.

Gelombang Protes dan #SeAcabo

Tidak butuh waktu lama bagi para pemain untuk bereaksi. Dalam hitungan hari, 81 pemain Spanyol, termasuk 23 pemain yang baru saja memenangkan Piala Dunia, mengeluarkan pernyataan bersama. Mereka menegaskan bahwa mereka tidak akan bermain untuk negaranya sampai Rubiales mundur. Tagar #SeAcabo (sudah berakhir) dengan cepat menyebar di media sosial, menjadi simbol perlawanan terhadap tindakan Rubiales.

Pelajaran dari Krisis

Sikap yang Memperburuk Keadaan

Nick Barron, Wakil CEO MHP Group, menjelaskan bahwa situasi ini sebenarnya bisa ditangani dengan lebih baik. Setelah insiden tersebut, sikap agresif Rubiales justru memperburuk keadaan. Alih-alih menunjukkan penyesalan atau mengambil tanggung jawab, dia memilih untuk menunda hal-hal yang tidak bisa dihindari, membuat banyak pihak harus mengambil sikap tegas.

Kelemahan Tata Kelola

Krisis ini juga membuka mata banyak orang tentang kelemahan dalam tata kelola RFEF. Selama tiga minggu, Rubiales berhasil mengendalikan narasi dan menutupi prestasi gemilang tim putri. Baru pada September 2023, dia akhirnya mengundurkan diri. Menurut Barron, RFEF seharusnya segera mengambil alih situasi, menetapkan proses disipliner yang jelas, dan mengendalikan komunikasi untuk meminimalisir kerusakan.

Misogini Institusional

Rod Cartwright, seorang ahli komunikasi krisis, menggambarkan tindakan Rubiales sebagai contoh memalukan dari misogini individu dan institusional. Kasus ini menyoroti bagaimana krisis reputasi bukan hanya soal komunikasi yang buruk, tetapi juga kombinasi dari berbagai faktor seperti kepemimpinan, tata kelola, dan budaya organisasi.

Nilai-Nilai yang Terabaikan

Cartwright juga mengingatkan bahwa nilai-nilai organisasi tidak hanya ditentukan oleh apa yang mereka katakan, tetapi oleh tindakan yang mereka toleransi. Federasi Sepak Bola Spanyol mengklaim menjunjung tinggi transparansi, rasa hormat, dan integritas. Namun, cara mereka menangani krisis ini menunjukkan sebaliknya, dengan toleransi terhadap tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai tersebut.

Kesimpulan: Belajar dari Kesalahan

Kasus Rubiales memberikan pelajaran berharga tentang cara yang salah dalam menanggapi krisis. Toleransi terhadap perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi adalah resep pasti untuk menciptakan krisis yang lebih besar. Organisasi harus siap menerima konsekuensi dari tindakan mereka dan berkomitmen untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang mereka promosikan.

Dengan refleksi mendalam dan tindakan nyata, krisis semacam ini bisa menjadi kesempatan untuk perbaikan dan pembelajaran. Untuk Federasi Sepak Bola Spanyol, ini adalah momen penting untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar menghargai transparansi, rasa hormat, dan integritas, bukan hanya sekedar kata-kata indah di atas kertas.***

WeCreativez WhatsApp Support
Kami siap menjawab pertanyaanmu. Tanyakan saja.
👋 Hola, Apa yang bisa kami bantu?