Skip to main content

Bayangkan Anda sedang mencari berita terbaru, mengetik “hoaks atau berita palsu” di Google. Tiba-tiba, lebih dari 140 juta hasil muncul. Tak hanya artikel, iklan tentang hoaks pun ada. Di halaman pertama, Anda akan menemukan banyak situs yang mendokumentasikan berita palsu. Internet saat ini dipenuhi dengan informasi yang tak selalu benar, dan yang terburuk, sangat sulit untuk membedakan mana yang nyata dan mana yang hoaks.

Kita hidup di zaman di mana berita palsu menyebar begitu cepat. Apalagi di dunia politik, berita palsu bisa membentuk opini bahkan di level bawah sadar. Tak heran, Facebook bahkan mengeluarkan fitur khusus untuk memerangi akun dan berita palsu saat pemilu Inggris berlangsung. Dampaknya? Ketidakpercayaan. Orang-orang semakin sulit mempercayai informasi, apalagi dari merek yang juga sering terseret dalam kebingungan ini.

Konsumen sekarang jauh lebih cerdas. Mereka tidak lagi hanya mengandalkan iklan atau kampanye pemasaran untuk membeli sesuatu. Kini, mereka memiliki perangkat di tangan, yang memungkinkan mereka mencari informasi sendiri, kapan saja dan di mana saja. Mereka memutuskan sendiri apa yang layak dibeli dengan mengandalkan pencarian, membaca ulasan, hingga berbincang dengan rekan di media sosial.

Cara membeli pun berubah drastis. Konsumen tidak suka didikte untuk membeli sesuatu. Mereka ingin membuat keputusan sendiri berdasarkan informasi yang mereka temukan. Di sinilah konten merek memainkan peran penting. Pengalaman yang diberikan merek, melalui konten dan interaksi, akan menjadi faktor penentu apakah konsumen mau mempercayainya atau tidak.

Namun, berita palsu merusak itu semua. Ketika informasi yang salah tersebar, kepercayaan terhadap semua jenis konten, termasuk dari merek, mulai terkikis. Konsumen mulai ragu apakah mereka dapat mempercayai konten yang dilihat. Hal ini memaksa merek untuk bekerja lebih keras dalam membangun kepercayaan.

Lalu, bagaimana merek bisa bertahan dan tetap dipercaya di tengah era berita palsu? Ada tiga pilar utama yang harus dijaga: konsistensi, integritas, dan keandalan.

Pertama, konsistensi.

Jika sebuah merek ingin dianggap serius, ia harus konsisten dalam setiap pesan yang disampaikan. Konsistensi ini harus terlihat di setiap saluran—baik offline maupun online. Konsumen harus merasa bahwa merek memiliki satu suara yang sama, kapan pun dan di mana pun mereka berinteraksi dengannya.

Kedua, integritas.

Setiap anggota tim harus benar-benar memahami prinsip dan nilai inti merek. Jika tidak, pesan yang disampaikan akan terasa palsu. Perusahaan yang sukses menumbuhkan integritas dalam setiap interaksi, dari produk hingga komunikasi, akan lebih mudah mendapatkan kepercayaan konsumen.

Terakhir, keandalan.

Ini adalah soal menepati janji. Apakah produk atau layanan yang diberikan sesuai dengan yang dijanjikan? Jika tidak, kepercayaan akan cepat memudar. Di dunia media sosial, kabar buruk menyebar jauh lebih cepat. Satu kesalahan bisa tersebar luas dan merusak reputasi merek.

Di era berita palsu yang tak terhindarkan, kepercayaan adalah segalanya. Merek yang mampu konsisten, berintegritas, dan dapat diandalkan akan bertahan. Mereka tidak hanya menarik konsumen, tetapi juga membangun loyalitas jangka panjang.

Ingin tetap terhubung dengan tips dan strategi terbaru untuk membangun kepercayaan merek di era hoaks? Pastikan Anda tidak ketinggalan informasi penting dengan subscribe di website kami dan follow media sosial kami sekarang! Jadilah yang pertama tahu bagaimana memperkuat merek Anda di dunia yang penuh tantangan ini.***

WeCreativez WhatsApp Support
Kami siap menjawab pertanyaanmu. Tanyakan saja.
👋 Hola, Apa yang bisa kami bantu?