Skip to main content

 

Bukan sekadar jualan, storytelling bisa sentuh hati dan ubah perilaku.

Di tengah banjir informasi dan konten yang terus berdatangan, manusia justru semakin mencari sesuatu yang dekat—yang relatable.

Dan dalam kondisi seperti ini, satu hal jadi senjata paling ampuh dalam komunikasi: cerita.

Brand yang paham ini bukan cuma ngomong soal produk atau layanan. Mereka bicara tentang makna. Tentang manusia. Dan tentang perasaan.

Contohnya? Gojek dan IKEA.

GoJek: Cerita yang Bangun Empati

Pandemi adalah masa paling berat bagi banyak orang, termasuk para driver ojek online.

Mereka tetap harus bekerja, di jalanan, bertemu banyak orang—demi keluarga di rumah. Di tengah ancaman virus yang tak kasatmata.

Gojek mendengar keresahan itu. Lalu menjadikannya sebuah kampanye storytelling berjudul #PesanDariRumah.

Bukan dengan data. Tapi dengan cerita.

Cerita tentang seorang istri yang selalu mencuci atribut kerja suaminya, demi menjaga keluarga tetap aman. Tentang suami yang menolak bantuan istrinya, karena takut menularkan virus kepada calon anak mereka.

Cerita itu sederhana. Tapi emosinya kuat.

Karena semua orang bisa membayangkan diri mereka di posisi itu.

Dan dari situ, Gojek menyampaikan pesan: saling jaga itu penting. Bahkan dari rumah saja, kita bisa bantu lindungi mereka yang di luar.

IKEA: Rumah, Rasa Aman, dan Hubungan yang Hangat

Tak jauh beda, IKEA juga meluncurkan kampanye yang menyentuh.

Intinya sederhana: “Nggak apa-apa cuma duduk di sofa, asal kamu aman.”

Mereka mengajak orang untuk menerima bahwa selama pandemi, rumah adalah tempat paling aman. Dan kenyamanan di rumah bisa jadi penopang kesehatan mental.

Lewat storytelling, IKEA ingin kita melihat rumah bukan sebagai tempat yang membosankan. Tapi sebagai ruang untuk kembali terkoneksi—dengan diri sendiri, dan dengan orang-orang yang kita sayangi.

Kenapa Cerita Bisa Sebegitu Kuatnya?

Karena manusia bukan cuma Homo Sapiens, tapi juga Homo Narrans—makhluk pencerita.

Konsep ini datang dari Walter R. Fisher, pakar komunikasi asal Amerika. Ia mengatakan, sejak awal manusia lebih mudah memahami dunia lewat cerita ketimbang logika.

Buat Fisher, hidup manusia sendiri adalah rangkaian narasi.

Kita mengambil keputusan bukan hanya berdasarkan data, tapi karena cerita yang masuk akal dan menyentuh hati kita.

Maka tak heran jika storytelling menjadi alat komunikasi yang paling efektif.

Bukan hanya membangun koneksi, tapi juga menginspirasi perubahan perilaku, menanamkan pesan yang mudah diingat, dan memperkuat identitas merek.

 

WeCreativez WhatsApp Support
Kami siap menjawab pertanyaanmu. Tanyakan saja.
👋 Hola, Apa yang bisa kami bantu?