Sekumpulan orang itu berada di satu meja, tapi tak ada satupun yang berbincang. Semua menatap layar gadget masing-masing, jari jemarinya kemudian mengetik sesuatu, ada yang terlihat sangat serius mengernyitkan dahi dan bersungut-sungut, yang lainnya juga tersenyum dan tertawa sendiri, sambil tetap menatap layar gadget-nya. Tak ada suara, hanya bunyi dari jari-jemari yang menuliskan pesan.
Dunia saat ini adalah dunia texting. Orang lebih senang mengirimkan pesan text daripada berbicara. Informasi yang muncul di kotak kecil ajaib itu membludak lewat berbagai pesan text di twitter, facebook, blog, line, media online. Dilengkapi dengan foto dan video yang atraktif, mata kita seolah tak boleh dibiarkan lepas dari layar.
Digital Platform dan PR
Dengan platform media yang berbeda, gaya penulisan PR saat ini juga sudah berubah. Tidak lagi hanya sekadar press release yang penuh jargon dan membosankan. Penulisan PR sekarang juga berarti cuitan twitter, blog posts, Facebook updates, Instagram one-liners, status path, pinterest boards, atau artikel Linkedin.
Jadi, pelajari karakter platform-nya. Tantangannya, kita sekarang hanya punya waktu yang lebih singkat dan ruang yang terbatas. Menulis 140 karakter di twitter tentu berbeda dengan menulis updates di facebook bahkan menulis press release, yang saat ini masih tetap menjadi tugas utama PR yang harus dikuasai. Menulis di twitter setiap kata harus diperhitungan dan efektif. Pesan yang kita buat harus pun tertangkap dalam 10 detik soundbite, karena pemirsa kita saat ini mudah terdistraksi. Tulisan kita harus cukup menarik perhatian untuk berkompetisi dengan kegaduhan di media yang terus menerus.
Kemudian, hati-hati dalam menulis, karena anda bisa tenggelam dalam rimba kata-kata. Akibatnya tulisan yang kita buat malah tidak jelas arah, penuh bahasa yang tidak efektif dan bertele-tele. Pesan inti yang ingin disampaikan pun akhirnya menguap. Pokoknya, kalau artikel yang kita tulis itu, baik itu penulisan sosial media ataupun berita pers, membuat kita sendiri bingung mencernanya, itu artinya kita tersesat dalam rimba kata-kata yang kita buat sendiri.
Sebuah press release misalnya, sebenarnya harus punya kualitas yang sama dengan tulisan wartawan. Karena itu kemampuan menulis sangat dibutuhkan oleh seorang PR profesional. Press release yang tidak menarik angle beritanya, serta tidak jelas apa maksud cerita di dalamnya akan membuat wartawan yang membaca kesal. Kita harus tahu bagaimana wartawan bekerja. Deadline mereka sangat ketat, karena itu press release yang ngelantur kemana-mana dan tidak jelas maksudnya apa akan berakhir di keranjang sampah.
Dua Hal Penting dalam Menulis Press Release
Hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang PR sebelum membuat sebuah press release adalah ‘Paham Persoalan’. Anda harus paham betul ‘barang’ yang akan kita tulis. Kalau kita saja tidak paham bagaimana kita mau membuat orang lain paham saat membaca rilis kita?
Kedua, mengetahui standar penulisan berita. 5 W + 1 H itu wajib hukumnya. Panjang tulisan 2.000 karakter itu yang paling ideal. Tidak kepanjangan dan tidak kependekan. Selain itu penggunaan kalimat aktif, kata Me- lebih baik daripada kata Di-
Setelah selesai, jangan keburu puas. Minta teman untuk membaca artikel yang sudah anda buat. Minta mereka menjelaskan kembali isi press release itu dengan bahasa sendiri. Mereka harus paham dan bisa menjelaskan dengan benar sesuai maksud yang anda tulis. Tapi jangan pakai metode ini terus menerus ya, nanti malah dituduh pamer atau ngerepotin teman.
Tim saya sering bilang, “Ya situ enak pernah lama jadi wartawan, lah kita kan hanya tau teori dan enggak diasah skill-nya.” Jangan sedih. Kata orang bule, Practice Makes Perfect. Latihlah otak kanan kita agar kreatif merangkai kata. Taruh memo kecil dan pulpen di samping Kasur. Saat bangun tidur setiap hari, jangan gadget yang diambil. Ambil dulu memo itu dan tulislah satu – dua paragraf tentang mimpi kita atau apapun yang terlintas di kepala saat itu. Jangan dipikir terlalu panjang. Hiraukan gaya bahasa. Tulis saja.
Ada lagi rumus para penulis keren untuk bisa menulis kece yaitu membaca, membaca dan membaca. Baca banyak blog, website, majalah dan buku yang kamu suka. Baca buku-buku tentang menulis. Kalau buku lokal saya rekomendasikan “Seandainya Saya Wartawan Tempo.” Buku putih wartawan Tempo ini mengajarkan bagaimana merangkai kata-kata menjadi kalimat-kalimat yang enak dibaca dan perlu.
Mungkin kita pernah belajar membuat straight news atau berita yang ditulis dengan metode “piramida terbalik” yang semuanya harus mengandung unsur 5-W dan 1-H, atau disebut sebagai jurnalisme dasar (basic journalism). Di buku ini mereka mengajarkan menulis news feature gaya TEMPO yakni menulis berita secara bertutur (deskriptif), kombinasi antara keterampilan jurnalisme dan kepiawaian bersastra. Enaknya, buku ini juga menyajikan contoh-contoh praktis, sehingga memudahkan kita untuk mempraktekkan penulisan berita dan feature. Ilmu jurnalisme literair ini berguna untuk penulisan artikel blog, dan press release. Kalau buku dari luar bacalah karangan Stephen King “On Writing”. Kamu akan membaca the art of storytelling. Itu juga sekaligus the art of PR. Nah, tunggu apalagi. Menulislah sekarang.***
Penulis :
Jojo S. Nugroho, Founder IMOGEN PR.