PR AGENCY JAKARTA – Ketika kita berbicara tentang merek ikonik Amerika, Nike pasti ada di daftar teratas. Dikenal sebagai inovator dalam dunia pakaian dan perlengkapan olahraga, memiliki barang dengan logo Nike selalu memberikan kebanggaan tersendiri. Namun, belakangan ini, awan gelap tampak menggelayuti Nikeland. Awal 2024 membawa berita tak sedap tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, kritik terhadap kepemimpinan, dan revisi budaya internal perusahaan.
Bayangkan ini: menurut laporan Wall Street Journal, setelah memberhentikan 1.600 karyawan, CEO John Donahoe berbicara kepada lebih dari 20.000 karyawan, menyatakan bahwa dirinya bertanggung jawab atas kesulitan yang dihadapi perusahaan. Dia mengakui bahwa transisi dari penjualan fisik ke e-commerce tidak berjalan sesuai harapan.
Namun, tidak semua menerima pesan ini dengan baik. Di media sosial, karyawan yang terkena PHK meluapkan kekecewaannya. Mereka bertanya-tanya, mengapa tidak memotong gaji CEO daripada mengorbankan begitu banyak karyawan? Protes virtual ini menggambarkan betapa besarnya ketidakpuasan di dalam perusahaan, menandakan ada masalah mendalam dalam strategi dan komunikasi internal Nike.
Penolakan dari dalam perusahaan menunjukkan adanya krisis operasional. Apa yang terjadi di balik pintu tertutup dapat mempengaruhi bagaimana publik melihat merek tersebut. Dengan strategi perubahan yang tepat, perusahaan sebenarnya bisa menjadikan perubahan internal sebagai fondasi kesuksesan eksternal.
Bagaimana urusan internal berdampak pada persepsi eksternal? Ketika perubahan besar terjadi, inilah saatnya para komunikator berperan penting. Mereka harus memastikan bahwa misi dan nilai-nilai perusahaan tetap menjadi prioritas. Kreativitas, yang telah lama menjadi inti dari merek Nike, tampaknya kurang diperhatikan. Menurut laporan WSJ, perusahaan lebih banyak menghabiskan waktu untuk melihat kembali sejarah daripada berfokus pada inovasi baru. Ini tentu berdampak pada kinerja bisnis yang akhirnya berujung pada PHK dan kekhawatiran internal.
Antonio Stephens, direktur komunikasi DE&I dan merek perusahaan global di Levi Strauss and Co., menekankan pentingnya perubahan internal yang dapat mengubah persepsi baik di pasar maupun di antara calon karyawan. Komunikator harus menjadi kekuatan penstabil, bekerja sama dengan pemimpin untuk memastikan pesan yang konsisten dan efektif.
Pengalaman karyawan sangat mempengaruhi dampak merek. Komunikator bukanlah solusi untuk semua masalah, tapi mereka adalah penasihat penting dalam menghindari kesalahan. Mereka harus selalu mendampingi para pemimpin, memberikan nasihat untuk menghindari kesalahan komunikasi yang dapat memicu masalah budaya. Lebih mudah mencegah masalah internal daripada memperbaikinya setelah menjadi konsumsi publik.
Seorang komunikator yang baik tahu bagaimana menggunakan data untuk menceritakan situasi. Ini sangat penting saat menghadapi perubahan. Pada Konferensi Komunikasi dan Budaya Karyawan Ragan 2024 di Chicago, kita belajar pentingnya pengukuran dalam menyampaikan pesan. Mengelompokkan saluran penyampaian, irama, dan bahasa pesan berdasarkan data, dapat membantu mempertahankan budaya perusahaan selama masa sulit.
Dengan menganalisis metrik pengurangan karyawan dan data survei, kita bisa memahami apa yang salah dan alasannya. Nike, meski tetap menjadi salah satu merek paling dikenal di dunia, menghadapi tantangan besar. Ini adalah pelajaran bahwa tidak peduli seberapa besar atau populernya organisasi Anda, komunikasi yang efektif sangat penting untuk menjaga budaya positif internal yang kemudian akan tercermin secara eksternal.***