Terkadang, kampanye terbaik adalah yang paling mengejutkan. Greenpeace membuktikannya dengan cara unik dan provokatif.
Bayangkan membuka toko online, bukan untuk menjual barang baru atau produk bekas yang masih layak pakai, tetapi justru sampah plastik yang ditemukan di lautan. Inilah yang dilakukan Greenpeace pada tahun 2022 dalam kampanye ‘Plastic is Back’.
Melalui toko online ini, mereka menjual berbagai jenis plastik yang telah mengapung di laut selama puluhan tahun. Tujuannya sangat jelas, yakni mengingatkan dunia bahwa sampah plastik tidak akan hilang begitu saja. Ini adalah peringatan nyata tentang pentingnya memilah dan mengelola sampah dengan bijak.
Data Mengejutkan tentang Sampah Plastik Global
Menurut data Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), Indonesia menjadi negara penghasil sampah plastik terbesar kedua setelah China. Permasalahan yang telah berlarut selama bertahun-tahun itu seakan menciptakan paradoks. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 70% wilayahnya adalah lautan. Namun, berjuta-juta ton sampah plastik yang tidak dikelola di Indonesia justru sebagian besar berakhir ke laut.
Data dari 2024 menunjukkan bahwa India menghasilkan sekitar 9,3 juta ton sampah plastik per tahun, diikuti oleh Nigeria dengan 3,5 juta ton, dan Indonesia dengan 3,4 juta ton. Angka-angka ini menempatkan Indonesia sebagai penyumbang sampah plastik terbesar ketiga di dunia.
Perusahaan Penyumbang Sampah Plastik Terbesar
Selain negara, perusahaan-perusahaan besar juga berkontribusi signifikan terhadap pencemaran plastik. Hasil audit merek yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia dan organisasi lainnya menemukan bahwa kemasan dari Unilever, Indofood dan Mayora Indah menjadi tiga besar penyumbang sampah kemasan plastik sekali pakai.
“Hasil brand audit yang dilakukan oleh gerakan Pawai Bebas Plastik dari bulan Februari hingga Juni 2022 di 27 titik pantai di Indonesia menunjukkan, produsen Indofood, Unilever dan Mayora Indah menempati sebagai 3 besar penyumbang sampah kemasan plastik sekali pakai yang mencemari 27 titik pantai di Indonesia. Pawai Bebas Plastik menemukan jenis kemasan plastik yang terbanyak selama Brand Audit adalah kemasan plastik sekali pakai yaitu sachet sebanyak 79,7 persen dari total temuan sampah plastik,” ujar Tenia dari Divers Clean Action (DCA).
“Sampah kemasan saset masih menjadi beban lingkungan, mengingat kemasan saset ini susah untuk didaur ulang dan dalam laporan Greenpeace berjudul Throwing Away The Future, Asia tenggara memegang pangsa pasar sekitar 50% dan diprediksi jumlah kemasan saset yang terjual akan mencapai 1,3 Triliun pada tahun 2027” imbuhnya.
Jaringan organisasi dan kelompok masyarakat yang tergabung dalam Break Free From Plastic yang telah melakukan. Brand Audit sejak tahun 2018 hingga 2021. Hasilnya menunjukkan produsen FMCG seperti Indofood, Danone, Mayora, Unilever, Wings masuk dalam peringkat teratas sebagai produsen yang sampah kemasannya mencemari lingkungan di Indonesia.
Kemasan plastik sekali pakai menawarkan kenyamanan dan harga murah; secara global, kemasan plastik terjual per tahun kurang lebih sebanyak 855 miliar. Namun, sampah kemasan plastik menjadi beban lingkungan karena karakter kemasannya yang fleksibel terdiri dari berbagai jenis plastik dan lapisan foil membuatnya sulit untuk dikelola dan didaur ulang oleh sistem pengelolaan sampah. Seringnya, kemasan plastik berakhir di TPA dan mencemari badan-badan air seperti sungai, hingga pantai.
Aksi Greenpeace terhadap Unilever
Greenpeace telah melakukan berbagai aksi untuk menyoroti peran perusahaan besar dalam pencemaran plastik. Pada Juni 2022, Greenpeace Indonesia dan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mengadakan protes saat Rapat Umum Pemegang Saham Unilever di Serpong, Banten. Mereka mendesak Unilever dan para pemegang sahamnya untuk menghentikan limbah plastik mereka, terutama kemasan sekali pakai yang menjadi pencemar utama di sungai dan laut.
Urgensi Tindakan Nyata
Data-data di atas menekankan betapa mendesaknya krisis sampah plastik yang kita hadapi. Kampanye ‘Plastic is Back’ dari Greenpeace bukan hanya sekadar menarik perhatian, tetapi juga menjadi pengingat bahwa tindakan nyata diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
Memilah, mendaur ulang, dan mengurangi penggunaan plastik adalah langkah kecil yang bisa membawa perubahan besar.Selain itu, perusahaan-perusahaan besar harus mengambil tanggung jawab lebih dalam mengelola produk mereka dan beralih ke alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Bagaimana menurutmu? Masih relevankah kampanye memilah sampah plastik di era sekarang?