Skip to main content
PR Agency Jakarta

Public Relations : The Rising Star Industry yang Langka Talent

Saat Al Ries dan Laura Ries menulis buku “The Fall of Advertising, The Rise of PR” tahun 2004, banyak pro dan kontra. Tidak sedikit yang mencibir dan menganggap buku itu bualan belaka.

Saat ini, 14 tahun kemudian, apa yang diragukan orang saat itu justru menjadi kenyataan. Dunia periklanan menukik tajam dan masyarakat mulai melirik pendekatan baru, Public Relations. Seperti Al Ries bilang, kekuatan “Word-of Mouth” jauh lebih powerful daripada iklan belasan atau puluhan halaman di media paling bergengsi sekalipun. Sehingga pada akhirnya kekuatan Public Relations bisa mengangkat reputasi, tapi juga bisa dipakai untuk menjatuhkan reputasi.

Profesi Public Relations pun menjadi berkembang pesat. Menurut data The Public Relations Society of America (PRSA), ada 320 ribu praktisi PR di Amerika Serikat dan 700 ribu di Eropa. Pemerintah AS sendiri mempekerjakan puluhan ribu praktisi PR. Bahkan, di Pentagon ada sekitar 7 ribu praktisi PR. Di Indonesia, memang belum ada data yang akurat. Namun Perhumas memperkirakan lebih dari 40 ribu praktisi PR di tanah air, baik di swasta maupun pemerintahan.

Dalam Global Communication Report 2017 yang dikeluarkan The Holmes Report, terungkap bahwa para CEO dunia sudah melihat Corporate Reputation lebih serius. Karenanya mereka juga melihat profesi Public Relations menjadi lebih relevan dan penting.

Report tersebut juga menyebutkan para PR Agency di seluruh dunia optimis melihat masa depan profesi ini. 86% dari survey memprediksi akan ada peningkatan pendapatan paling tidak 15%. Hasil survey juga mengungkapkan korporasi berharap PR Agency bisa memberikan service non tradisional alias digital.

Seiring mulai sadarnya para CEO perusahaan akan pentingnya Reputasi Perusahaan, maka tuntutan terhadap profesi Public Relations juga semakin tinggi. Apalagi gelombang teknologi digital menerpa dengan deras dan cepat sehingga membuat perilaku berkomunikasi masyarakat pun berubah.

Beberapa perusahaan yang sudah memiliki tim internal communication bahkan tidak sanggup mengerjakan tuntutan tersebut sendirian. Mereka meminta bantuan dari PR Agency yang dianggap lebih terdepan dalam mengantisipasi tren PR di era disrupsi.

Sayangnya, perkembangan baik di industri PR Agency Jakarta ini tidak diikuti oleh ketersediaan talenta dari perguruan tinggi sehingga kebutuhan akan PR professional yang mumpuni tidak terpenuhi.

Padahal, data dari Asosiasi Perguruan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM) menyebutkan bahwa minat masyarakat terhadap fakultas/ jurusan/ prodi Ilmu Komunikasi tumbuh eksponensial. Ilmu komunikasi menjadi program studi dengan peminat paling tinggi di banyak perguruan tinggi.

Di Unpad misalnya tahun lalu peminatnya 7.496, lebih tinggi dari pada Manajemen, Humum dan Teknik Informatika. Perebutan kursi mahasiswa Ilmu Komunikasi di Unpad 1:107, Unair 1:64 UI 1:56, Andalas 1:42. Fenomena serupa juga terjadi di PTS. Semuanya sekarang berlomba-lomba membuka jurusan/prodi Ilmu Komunikasi karena peminatnya membludak.

Dengan banyaknya Perguruan Tinggi membuka jurusan/prodi Komunikasi, bisa dibayangkan berapa ribu sarjana Ilmu Komunikasi setiap tahunnya yang lulus dan mencari pekerjaan.

Ironisnya, di sisi lain para praktisi PR senior di perusahaan dan PR Agency mengeluh. Mereka kesulitan mendapatkan lulusan perguruan tinggi yang benar-benar siap kerja, tak perlu ditraining ulang dari nol.

WeCreativez WhatsApp Support
Kami siap menjawab pertanyaanmu. Tanyakan saja.
👋 Hola, Apa yang bisa kami bantu?