Skip to main content

Apa jadinya kalau strategi marketing justru bikin orang sedih?

Tim Hiloday—sebuah brand UMKM lokal—sebenarnya ingin ikut tren. Mereka melihat dark jokes sering viral di media sosial. Mereka pun ikut-ikutan. Tapi sayangnya, mereka lupa satu hal penting: empati.

Dark jokes itu bukan buat semua orang.

Apalagi kalau dibawa ke ruang publik dalam bentuk kampanye brand. Di satu konten jelang Lebaran, mereka menyuguhkan skenario yang kelihatannya ringan: para karyawan ngobrol soal mudik.

Tapi kemudian muncul satu karakter—seorang karyawan yang hanya akan Lebaran bareng adiknya, karena mereka sudah tak punya orang tua.

Alih-alih memberi simpati, konten itu malah menunjukkan si karyawan jadi bahan candaan. Lucu? Jelas enggak.

Kontennya viral. Tapi bukan karena bagus.

Video itu ditonton lebih dari 3 juta kali. Dapat 200 ribu likes. Komentarnya? Ribuan, kebanyakan berisi kritik pedas.

Banyak netizen merasa disayat perasaannya. Apalagi mereka yang pernah kehilangan orang tua. Mereka bilang, kampanye ini bukan sekadar gagal—tapi menyakitkan.

Yang lebih parah, Hiloday belum juga mengeluarkan permintaan maaf. Nggak ada klarifikasi. Nggak ada upaya meredakan situasi.

Nama boleh naik, tapi reputasi tenggelam.

Apa yang bisa kita pelajari dari kasus ini?

  •  Nggak semua tren cocok buat dijadikan konten brand.
  • Empati itu bukan tambahan—itu pondasi utama.
  •  Sekali bikin audiens kecewa, susah banget balikin kepercayaan.
  •  Konten menyentuh itu bukan cuma viral, tapi juga membekas di hati.
  •  Kampanye bukan cuma soal informasi. Tapi soal hubungan.

Membangun koneksi emosional itu kunci utama. Pahami siapa audiensmu. Resapi perasaannya. Baru sampaikan pesanmu.

Kalau sudah terlanjur, ya jangan diam. Hadapi. Klarifikasi. Perbaiki.

Karena audiens itu bukan angka—mereka manusia.

Kalau kamu jadi tim kreatifnya, bakal tetap jalanin idenya atau stop sebelum terlambat?

WeCreativez WhatsApp Support
Kami siap menjawab pertanyaanmu. Tanyakan saja.
👋 Hola, Apa yang bisa kami bantu?