Apa yang Terjadi?
Pada pertengahan 2018, Starbucks menghadapi sorotan tajam akibat insiden diskriminasi rasial di salah satu gerainya. Dua pria, Rashon Nelson dan Donte Robinson, ditangkap setelah seorang staf memanggil polisi ketika mereka sedang menunggu teman di gerai tersebut.
Langkah Respons Perusahaan
Alih-alih menganggap ini sebagai masalah kecil atau “kesalahan satu karyawan,” CEO Starbucks saat itu, Kevin Johnson, langsung mengambil tanggung jawab penuh. Dalam wawancara dengan The Inquirer, Johnson menyatakan tegas:
“Apa yang terjadi di toko kami adalah sesuatu yang tercela, itu salah, dan tanggung jawab saya adalah belajar, memahaminya, dan memperbaikinya.”
Tidak hanya berhenti pada pernyataan, Starbucks mengambil tindakan nyata. Mereka menutup 8.000 gerai di seluruh AS untuk mengadakan Pelatihan Bias Rasial bagi seluruh stafnya. Langkah ini menjadi bukti bahwa perusahaan serius dalam memperbaiki budaya internalnya, meskipun mengorbankan sekitar $12 juta pendapatan dari penutupan tersebut.
Hasilnya?
Respon ini tidak sepenuhnya sempurna. Beberapa karyawan, terutama dari komunitas kulit berwarna, mengkritik pelatihan tersebut karena dinilai kurang efektif. Namun, langkah ini tetap menjadi sinyal kuat bahwa Starbucks berkomitmen pada perubahan budaya di perusahaan mereka.
Apa Pelajaran dari Krisis Ini?
Starbucks menunjukkan bahwa respons terbaik dalam krisis adalah tindakan nyata. Dengan mengakui kesalahan, bertanggung jawab, dan berinvestasi dalam perubahan, mereka memberikan contoh penting bagi perusahaan lain.
Menurut kamu, apakah langkah Starbucks ini cukup efektif atau ada pendekatan lain yang lebih baik? Yuk, bagikan pendapatmu di kolom komentar! ***
Dapatkan informasi terkini dan relevan tentang strategi public relations, audit dan riset komunikasi, digital public relations dan komunikasi krisis hanya di www.imajinpr.com dan www.ceritaomjojo.com.***