Skip to main content

Krisis PR buruk bisa jadi pelajaran besar. Dan United Airlines adalah contoh yang sulit dilupakan.

Apa yang Terjadi?

Pada 2017, United Airlines memulai tahun dengan langkah yang salah. Mereka melarang dua remaja perempuan naik pesawat karena mengenakan legging.

Kejadian ini terekam oleh penumpang lain dan langsung viral. Komentar pedas pun bermunculan:

*“Sejak kapan @united mengatur pakaian penumpang wanita?”

*“Dia dipaksa berganti baju atau dilarang terbang. Serius, @united?”

Media sosial meledak, memicu diskusi tentang seksisme dan kebebasan berpakaian. Bahkan selebriti Hollywood, LeVar Burton, ikut mengkritik.

Namun, respons United hanya memperburuk situasi. Alih-alih minta maaf, mereka justru membela aturan perusahaan soal pakaian.

Sayangnya, ini baru permulaan.

Krisis PR Kedua Mengguncang

Tak lama setelah insiden legging, video lain muncul. Seorang penumpang, Dr. Dao, diseret secara brutal dari pesawat oleh petugas keamanan.

Awalnya, kabar menyebut penerbangan tersebut overbooked. Namun, fakta menunjukkan kursi Dr. Dao dialokasikan untuk karyawan United. Akibat kekerasan itu, ia dirawat di rumah sakit dengan hidung patah, gegar otak, dan gigi yang hilang.

Bagaimana United Merespons?

CEO Oscar Munoz mengeluarkan pernyataan yang… kurang empati.

“Penumpang yang kami minta turun menolak, sehingga perlu bantuan petugas keamanan. Karyawan kami hanya mengikuti prosedur.”

Respons ini memperkeruh suasana. United kehilangan kepercayaan publik dan mengalami kerugian finansial sebesar $800 juta dalam 24 jam.

Apa Pelajaran yang Bisa Diambil?

Krisis ini menunjukkan bagaimana tidak menangani komunikasi. Permintaan maaf United terasa defensif, tanpa penyesalan.

Ketika akhirnya mereka meminta maaf dengan tulus, publik sudah telanjur kecewa. Kuncinya? Cepat, tulus, dan empati.

Bagaimana menurut Anda, apa United bisa memperbaiki reputasi ini?***

WeCreativez WhatsApp Support
Kami siap menjawab pertanyaanmu. Tanyakan saja.
👋 Hola, Apa yang bisa kami bantu?